Redaksi24, Jakarta– Koordinator Front Gerakan Parlemen Jalanan Provinsi Maluku Utara,mendesak Bawaslu RI agar segera memerintahkan Ketua Baswaslu Halmahera Tengah untuk panggil periksa dan mengusut tuntas, serta memberikan saksi tegas kepada 9 ASN yang diduga kuat terlibat politik praktis dalam apel siaga pasangan calon Bupati Ediy Langkara dan Abdurahim Ode Yani bertempat di Pendopo Batu Dua, Kecamatan Patani Utara, Kabupaten Halmahera Tengah, Provinsi Maluku Utara.
Koordinator Font Gerakan Parlemen Jalanan Provinsi Maluku Utara, Fandi Rizky menyampaikan keprihatinannya atas sikap nekat politik praktis yang dilakukan oleh ke sembilan ASN Halmahera Tengah yang secara terang-tarangan hadir dalam kegiatan apel siaga kampaye pasangan calon bupati dan wakil bupati.
Hal ini terlihat nampak jelas dalam video berdurasi 1 menit 3 detik yang saat ini tengah viral di Medsos dengan gerakan goyang dan dengan di angkat dua jari yang merupakan simbol pasangan calon (Paslon) Nomor Urut 2 Edi Langkara-Abd Rahim Odeyani (Elang-Rahim).
Olehnya itu, pihaknya juga meminta dengan tegas agar Pjs Bupati Halteng Bahri Sudirman dan Bawaslu Halmahera Tengah untuk memberikan saksi tegas terhadap 9 ASN. Dimna, mereka telah melanggar melanggar netralitas ASN dalam Pilkada Serentak Halmahera Tengah, sebab angka dua jari merupakan simbol pasangam Calon.
” Ke 9 ASN itu merupakan pelanggaran serius terhadap aturan ASN yang mengharuskan mereka bersikap netral dalam setiap kontestasi politik, ” Tegasnya.
Nama Ke 9 ASN yang diduga Kuat Terlibat Politik Praktis.
Kepala Dinas Pendidikan Halmahera Tengah (Hj.ridwan salidin),
Sekertaris Dinas Pendidikan (Daud arif)
kepala sekolah SMP N.5 Halteng (Babullah kader)
kepala sekolah SMP N.7 halteng (Saleh samad).
Staf Bidang Dikdas (Halima Basalem).
Guru PPPK SMPN 12 (Anita Daud).
Guru SD N 2 Tepeleo (Rani Tahane).
Guru PPPK SMP Satap Dotte (Jamili Taha)
Staf Dinas Pendidikan (Sri Sulastri Yaman)
“ASN harus bebas dari pengaruh dan intervensi semua golongan dan partai politik,” sambungnya.
Sementara Aturan Netralitas ASN dalam Pilkada diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan secara tegas melarang pejabat negara, pejabat daerah, ASN, TNI/POLRI, dan kepala desa untuk melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. Beberapa bentuk pelanggaran yang dapat dikenakan sanksi meliputi: Hadir dalam kampanye pasangan calon dan memberikan sambutan dalam kampanye, Berfoto dengan pasangan calon dan/atau dengan simbol tertentu, Memasang alat peraga atau bahan kampanye di rumah atau barang milik pribadi memfasilitasi kegiatan kampanye, Memposting dukungan dan/atau citra diri pasangan calon di media sosial, Mengundang pasangan calon untuk hadir di kegiatan kecamatan/kelurahan dan Memerintahkan, mengarah, menghimbau, menyeru orang lain untuk memilih pasangan calon.
Sanksi Bagi ASN yang Melanggar Netralitas Pelanggaran terhadap aturan netralitas ASN dalam Pilkada dapat berakibat fatal. Pasal 188 UU Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan menetapkan pidana penjara paling singkat 1 bulan atau paling lama 6 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 600.000 atau paling banyak Rp 6.000.000 bagi ASN yang melanggar.
Selain itu, Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS juga mengatur larangan dan sanksi terkait dengan tahapan Pilkada. PNS dilarang memberikan dukungan kepada calon kepala daerah dengan cara:
Ikut dalam kampanye, Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai PNS, Menjadi peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain, Menjadi peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara, Membuat keputusan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Paslon sebelum, selama dan sesudah masa kampanye.
Bahkan Mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat; dan/atau Memberi surat dukungan disertai foto copy KTP atau surat keterangan tanda penduduk.
Untuk sanksi yang dapat dijatuhkan kepada PNS yang melanggar aturan netralitas meliputi hukuman disiplin ringan, sedang, dan berat. Hukuman disiplin ringan berupa lisan, tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Hukuman disiplin sedang berupa pemotongan tunjangan kinerja. Hukuman disiplin berat meliputi penurunan jabatan, pembebasan dari jabatan, hingga pemberhentian sebagai PNS.
Langkah ini akan tempuh secara serius (laporan Resmi), sehingga menjadi pelajaran Penting bagi ASN di Maluku Utara Khusus di Halmahera Tengah.
“Ini Pelajaran penting bagi seluruh ASN di Halmahera Tengah, agar lebih memahami dan menaati aturan yang berlaku,” Jelasnya.
Ia juga menambahkan, ASN dituntut untuk bersikap netral dan profesional dalam menjalankan tugasnya, tanpa terpengaruh oleh kepentingan politik.
“Kasus ini menjadi pengingat penting bagi seluruh ASN di Indonesia agar senantiasa menjaga integritas dan profesionalitas dalam menjalankan tugasnya. Netralitas ASN merupakan pilar penting dalam menjaga demokrasi dan keadilan dalam setiap kontestasi politik,”Tandasnya.
Tinggalkan Balasan