Redaksi24, Ternate_Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Maluku Utara menggelar High Level Meeting (HLM) yang berlangsung di Aula Maitara Kantor Perwakilan Provinsi Maluku pada senin pagi (02/09/24). Tema HLM TPID kali ini adalah Memperkuat Sinergi dalam Mendukung Stabilitas Harga serta Ketersediaan Pangan di Provinsi Maluku Utara.
Pejabat (Pj) Gubernur Provinsi Maluku Utara, Samsuddin Abdul Kadir menjelaskan, bahwa adanya perbedaan aksesibilitas antar wilayah di Provinsi Maluku Utara yang memerlukan sinergitas yang kuat untuk menjaga tingkat harga agar tidak mengalami inflasi.
“Beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam mengatasi permasalahan inflasi diantaranya, Melakukan pemantauan harga secara intensif, Melakukan koordinasi antar daerah, Optimalisasi atau pemberdayaan UMKM, serta Peningkatan kenjasama dengan sektor Swasta” ungkapnya.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara Dwi Putra Indrawan menambahkan, Secara mtm, IHK Maluku Utara tercatat deflasi 0,06% (mtm). Angka deflasi ini berada dibawah capaian nasional yang mencatatkan deflasi 0,18% pada bulan Juli.
Pergerakan inflasi mtm Malut didominasi oleh komoditas barito dan ikan-ikanan. Secara spasial, deflasi terjadi di kota Ternate sebesar 0,09% (mtm), sementara Kabupate Halmahera tengah mengalami inflasi sebesar 0,14% (mtm).
Selanjutnya, Inflasi tahun kalender Maluku Utara tercatat berada dibawah nasional sepanjang Bulan Januari – Mei 2024. Namun demikian, pada Bulan Juli inflasi tahun kalender Maluku Utara berada diatas nasional yaitu, sebesar 1,17% (ytd) dengan komoditas penyumbang inflasi ytd terbesar berasal dari beras, ikan-ikanan, dan bawang merah.
Tracking inflasi tahunan Maluku Utara menunjukkan pada tiga bulan terakhir, inflasi yoy Malut berada diatas angka nasional. Beras, cabai rawit, dan sigaret kretek mesin selalu menjadi penyumbang inflasi terbesar pada 3 bulan terakhir. Ditarik lebih jauh, Inflasi Malut pada tahun 2022 selalu berada dibawah nasional namun berbalik menjadi diatas nasional pada tahun 2023.
Berdasarkan data historis, inflasi Maluku Utara pada semester ke-2 relatif stabil namun akan meningkat pada momen HBKN Natal dan Tahun Baru. Komoditas yang sering menjadi penyumbang inflasi yaitu, ikan malalugis, angkutan udara, bawang merah, cabai rawit, hingga tomat.
Adapun faktor pendorong inflasi di Maluku Utara meliputi kondisi cuaca, preferensi konsumsi masyarakat, dan transportasi, berperan dalam pembentukan harga di Provinsi Maluku Utara serta menjadi faktor pendorong terjadinya inflasi.
“Dilihat dari sisi produksi, Kab. Halmahera Timur menjadi kontributor tertinggi untuk produksi beras sedangkan produksi komoditas barito mayoritas berasal dari Kab. Halmahera Barat. Kedua kabupaten tersebut berpotensi menjadi lumbu pangan di Maluku Utara sebagai pemasok utama dari intra provinsi sekaligus menjadi buffer stock”.
Adapun tantangan untuk komoditas beras dan hortikultura meliputi pengiriman bergantung pada jadwal tol laut yang terkadang tidak menentu, jatah kontainer melalui tol laut terbatas, berubah-ubah, lahan pertanian dan produktivitas yang semakin menurun, dan jumlah petani yang semakin berkurang.
Solusi yang perlu didorong berupa pelaksanaan KAD dengan daerah penghasil untuk komoditas beras seperti Jawa Timur & Sulawesi Selatan, implementasi best practice untuk peningkatan produksi beras (penggunaan pupuk organik, pemanfaatan teknologi, dll), peningkatan sarana produksi pertanian (bantuan berupa benih, pupuk, traktor, dll), dan pembangunan sarana irigasi di sentra produksi pertanian.
“Terkait dengan Road Map pengendalian inflasi, berdasarkan data dari kemendagri bahwa peyampaian road map inflasi 2022-2024 hanya Provinsi Maluku Utara yang melapor, sisanya kab/kota lain belum menyampaikan road map tersebut kepada kemendagri. Hal ini perlu menjadi catatan untuk ke depan semua kab/kota dapat menyampaikan road map inflasi 2025-2027.”
Adapun summary road map pengendalian inflasi berada dalam kerangka 4K (ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran distribusi, dan komunikasi efektif). Dari segi ketersediaan pasokan optimalisasi KAD eksisting perlu dilakukan untuk menjaga pasokan pangan strategis. Dalam jangka menengah, perlu dilakukan penambahan KAD antarprovinsi seiring dengan semakin bertambahnya kebutuhan pangan.
Untuk meningkatkan produksi domestik, perluasan gerakan urban farming dan optimalisasi penyaluran bbm bersubsidi bagi nelayan dan petani perlu dilakukan dalam jangka pendek. Sementara itu, dalam jangka panjang perlu dilakukan pembangunan sarana irigasi di sentra produksi pertanian serta pembangunan SPBUN dan pabrik es untuk mendorong produksi sektor perikanan.
Selain itu, Kepala Kantor Wilayah Ditjen Perbendaharaan Provinsi Maluku Utara, Tunas Agung Jiwa Brata juga menjelaskan, bahwa dukungan fiskal melalui Belanja Pemerintah Pusat dalam mendukung program 4K TPIP, yaitu kelancaran distribusi, keterjangkauan harga, ketersediaan pasokan, dan komunikasi efektif (nilai belanja: Rp580,52 miliar).
“Dukungan fiskal melalui belanja transfer ke daerah melalui DAK Fisik dalam pembangunan infrastruktur layanan dasar (jalan, pasar) sebesar Rp1,24 triliun, DAK Non Fisik untuk peningkatan ketahanan pangan dan pengembangan kapasitas petani sebesar Rp2,21 Miliar, serta Dana Desa earmark ketahanan pangan dalam rangka peningkatan ekonomi lokal berbasis ketahanan pangan sebesar Rp181,12 miliar.”
Total alokasi anggaran untuk mendukung penanganan inflasi di Maluku Utara sebesar Rp2,01 triliun. Melalui anggaran tersebut, upaya pengendalian dan mitigasi dampak inflasi diharapkan dapat terlaksana dengan baik guna mewujudkan stabilitas harga komoditas dan kesejahteraan masyarakat.
Tinggalkan Balasan